Outdoor Learning Central Java Membangun Kesadaran Siswa tentang Toleransi, Teknologi, dan Sejarah
- January 26, 2024
Pada tanggal 26 Januari 2024, seluruh siswa SMA Mutiara Persada kelas X, XI, dan XII mengikuti kegiatan Outdoor Learning. Kegiatan ini adalah kolaborasi tiga mata pelajaran, yaitu Sejarah, Fisika, dan Pendidikan Agama. Kegiatan ini bertujuan untuk memperluas wawasan siswa melalui pembelajaran langsung di lapangan, memadukan teori dengan pengalaman nyata melalui situs-situs bersejarah serta pusat pengetahuan di sekitar Jawa Tengah. Dengan menekankan nilai toleransi beragama, pemahaman teknologi, serta pelestarian budaya, kegiatan ini berhasil memberikan pengalaman yang tak terlupakan bagi para peserta.
Candi Mendut; Belajar Lintas Agama
Kegiatan dimulai pada pagi hari dengan kunjungan ke Candi Mendut, sebuah situs peninggalan bersejarah yang memiliki nilai penting dalam ajaran agama Buddha. Candi Mendut terletak di Kabupaten Magelang dan dikenal sebagai salah satu bagian dari rangkaian candi Buddha bersama Candi Borobudur dan Candi Pawon. Meski tidak sebesar Candi Borobudur, Candi Mendut menyimpan sejarah panjang dan peran sentral dalam perkembangan agama Buddha di Jawa.
Seluruh siswa berangkat dari sekolah pukul 07.00 WIB dan tiba di lokasi pukul 09.00 WIB. Di bawah panduan guru Sejarah dan pemandu dari situs candi, siswa diajak berkeliling candi dan mendapatkan penjelasan mendetail mengenai sejarah berdirinya Candi Mendut, fungsi arsitekturnya, serta hubungan antara candi ini dengan agama Buddha. Tak hanya belajar tentang sejarah bangunan, para siswa juga diberi kesempatan untuk belajar lebih dalam tentang ajaran agama Buddha.
Dalam sesi tanya jawab, para siswa berinteraksi dengan penganut agama Buddha yang turut hadir di tempat itu. Ini menjadi kesempatan berharga bagi mereka untuk menggali lebih dalam nilai-nilai agama Buddha, terutama tentang konsep ketenangan batin dan kebijaksanaan. Pembelajaran lintas agama ini dimaksudkan untuk memperkuat rasa toleransi beragama di antara para siswa. Dengan mendengar langsung dari umat yang mempraktikkan ajaran Buddha, siswa dapat memahami bagaimana agama lain berjalan dalam kehidupan sehari-hari dan pentingnya saling menghormati antarumat beragama.
Seorang siswa kelas XII berkomentar, "Pengalaman ini membuka mata saya. Toleransi tidak hanya tentang menghormati, tetapi juga memahami dengan lebih mendalam. Berinteraksi langsung dengan penganut agama lain membuat saya lebih menghargai perbedaan."
Eksplorasi Teknologi di Museum Kereta Api Ambarawa
Setelah kunjungan ke Candi Mendut, rombongan siswa melanjutkan perjalanan ke Museum Kereta Api Ambarawa yang terletak di Kabupaten Semarang. Museum ini dikenal sebagai pusat sejarah perkeretaapian di Indonesia dan menyimpan koleksi lokomotif tua serta berbagai artefak terkait transportasi kereta api.
Di sini, pelajaran Fisika menjadi fokus utama. Di sini dijelaskan prinsip dasar kerja kereta api, termasuk bagaimana lokomotif uap bekerja dengan menggunakan prinsip tekanan dan energi. Museum Ambarawa menyediakan simulasi mini tentang cara kerja kereta api, yang memberikan kesempatan bagi siswa untuk lebih memahami konsep-konsep fisika yang telah mereka pelajari di kelas.
Salah satu tugas utama yang diberikan kepada siswa adalah memahami bagaimana sistem perkeretaapian bekerja dan bagaimana teknologi transportasi ini berkembang dari masa ke masa. Para siswa diminta untuk mencatat komponen utama lokomotif uap, menganalisis bagaimana tenaga uap diubah menjadi gerak mekanis, dan mendiskusikan bagaimana teknologi tersebut berkontribusi pada kemajuan transportasi di masa lalu.
Siswa kelas XI mengungkapkan kesannya, "Kunjungan ini sangat menarik, terutama bagaimana kita bisa melihat langsung teknologi yang diajarkan di kelas. Saya jadi lebih mengerti bagaimana teori fisika diterapkan dalam kehidupan nyata."
Menelusuri Jejak Sejarah di Lawang Sewu
Menjelang sore, rombongan melanjutkan perjalanan ke Lawang Sewu, sebuah bangunan ikonik di Semarang yang dulunya berfungsi sebagai kantor pusat Perusahaan Kereta Api Hindia Belanda. Lawang Sewu dikenal karena arsitekturnya yang megah dengan ratusan pintu dan jendela, serta sejarah panjangnya sebagai saksi bisu penjajahan Belanda di Indonesia.
Di sini, siswa kembali berfokus pada pelajaran sejarah. Guru sejarah memandu mereka melalui lorong-lorong bangunan ini, menjelaskan bagaimana Lawang Sewu memainkan peran penting dalam sejarah transportasi dan administrasi di Indonesia selama masa kolonial. Selain itu, Lawang Sewu juga memiliki nilai sejarah yang lebih dalam sebagai tempat pertempuran antara pemuda Indonesia melawan tentara Jepang pada masa Revolusi Kemerdekaan Indonesia.
Siswa diminta untuk memperhatikan detail arsitektur bangunan yang mencerminkan perpaduan antara gaya Eropa dan lokal. Mereka juga belajar tentang peran strategis Lawang Sewu selama masa penjajahan dan bagaimana bangunan ini menyimpan kisah-kisah kelam yang perlu diingat sebagai bagian dari sejarah perjuangan bangsa.
Guru sejarah, Ms. Rahma, menjelaskan kepada siswa, "Belajar sejarah bukan hanya tentang menghafal tanggal dan peristiwa, tapi juga tentang merasakan tempat-tempat di mana sejarah itu terjadi. Lawang Sewu adalah saksi nyata dari perjuangan bangsa kita. Dengan berada di sini, kita bisa lebih menghargai betapa sulitnya masa-masa itu."
Refleksi dan Penutupan
Kegiatan Outdoor Learning yang melibatkan tiga mata pelajaran sekaligus ini mendapatkan respons positif dari para siswa. Mereka tidak hanya belajar dari buku, tetapi juga langsung mengalami dan mengamati situs-situs penting yang menjadi bagian dari sejarah, sains, dan toleransi beragama. Kegiatan ini tidak hanya memberikan pengetahuan, tetapi juga membangun rasa ingin tahu, kerjasama, dan pemahaman lintas disiplin.
Salah satu guru, Ms. Nisa yang mengajar Pendidikan Agama, menyampaikan bahwa kunjungan ini adalah langkah penting untuk membentuk generasi yang lebih toleran dan berwawasan luas. "Dengan mengajak siswa untuk berinteraksi langsung dengan umat beragama lain, kita harap mereka bisa tumbuh menjadi pribadi yang lebih bijak dan menghargai perbedaan," ujarnya.
Di akhir perjalanan, siswa diminta untuk membuat laporan mengenai apa yang mereka pelajari dari kunjungan ke tiga lokasi tersebut. Laporan ini akan menjadi bagian dari nilai mereka dalam mata pelajaran Sejarah, Fisika, dan Pendidikan Agama. Selain itu, siswa juga didorong untuk merefleksikan pengalaman mereka dalam bentuk esai tentang pentingnya toleransi dan pemahaman lintas agama, serta aplikasi ilmu pengetahuan dalam kehidupan sehari-hari.
Kegiatan ini diharapkan dapat menjadi inspirasi bagi dunia pendidikan untuk menjadikan Outdoor Learning sebagai bagian integral pembejaran di dalam kelas. Sebuah kegiatan yang memadukan berbagai disiplin ilmu, agar pembelajaran tidak hanya berlangsung di dalam kelas, tetapi juga di alam dan tempat-tempat bersejarah yang kaya akan makna.